Kamis, 07 April 2011

MANUSIA DAN PENDERITAAN

MANUSIA DAN PENDERITAAN


Dalam realitas dunia ini ada yang namanya penderitaan, penderitaan merupakan sesuatu yang memberikan kita semacam tekanan, intensitas penderitaan ini tergantung pada peranan kita sebagai individu  apakah penderitaan kita berat atau ringan  bergantung pada usaha individu itu sendiridalam menghadapi penderitaan . Penderitaan ini tidak selalu dianggap oleh seseorang sebagai hal buruk dan menyedihkan, malah ada sebagian orang yang menganggap penderitaan ini merupakan suatu energi atau pemicu untuk bangkit kembali dari keterpurukan.Dalam hal ini kita memang harus bisa melihat sisi positive nya dari suatu penderitaan dimana pada penderitaan yang kita hadapi terdapat suatu makna yang akan membuat kita lebih baik dalam menjalani kehidupan.

Maka dari itu akibat dari penderitaan banyak sekali macamnya. Ada yang mendapatkan pelajaran yang besar dari penderitaan yang di alami, ada pula orang yang semakin turun mentalnya dan cenderung manyerah dan pasrah akan penderitaanya. Oleh sebab itu jangan terlalu menilai suatu penderitaan itu merupakan suatu yang buruk dan tidak bermanfaat, pasti ada pelajaran yang besar yang dapat di ambil dari suatu penderitaan.
 
Mengenai penderitaan yang dapat memberikan hikmah, contoh yang gamblang dapat dapat dicatat disini adalah tokoh-tokoh filsafat eksistensialisme. Misalnya Kierkegaard (1813-1855), seorang filsuf Denmark, sebelum menjadi seorang filsuf besar, masa kecilnya penuh penderitaan. Penderitaan yang menimpanya, selain melankoli karena ayahnya yang pernah mengutuk Tuhan dan berbuat dosa melakukan hubungan badan sebelum menikah dengan ibunya, juga kematian delapan orang anggota keluarganya, termaksud ibunya, selama dua tahun berturut-turut. Peristiwa ini menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi Soren Kierkegaard, dan ia menafsirkan peristiwa ini sebagai kutukan Tuhan akibat perbuatan ayahnya. Keadaan demikian, sebelum Kierkegaard muncul sebagai filsuf, menyebabkan dia mencari jalan membebaskan diri (kompensasi) dari cengkraman derita dengan jalan mabuk-mabukan. Karena derita yang tak kunjung padam, Kierkegaard mencoba mencari “hubungan” dengan Tuhannya, bersamaan dengan keterbukaan hati ayahnya dari melankoli. Akhirnya ia menemukan dirinya sebagai seorang filsuf eksistensial yang besar.
Sama halnya dengan filsuf Sartre (1905-1980) yang lahir di Paris, Perancis. Sejak kecil fisiknya lemah, sensitif, sehingga dia menjadi cemoohan teman-teman sekolahnya. Penderitaanlah yang menyebabkan ia belajar keras sehingga menjadi filsuf yang besar.


Jadi Kesimpulannya jangan selalu jadi kan suatu penderitaan kita itu menjadi hal yang buruk dan menyedihkan bagi kita, di sisi lain kita juga harus merenungkannya dan mencari jalan keluar untuk bangkit dari penderitaan itu, jangan cepat menyerah menghadapi suatu musibah karena itu bisa jadi ujian bagi kita untuk lebih baik lagi dan lebih bijaksana dalam menjalani kehidupan di dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar